Selasa, 30 April 2013

Qunut Shubuh Mazhab Syafi'i


(Dikutip Dari Kitab: Kifâyat al-Akhyâr fi Hall Ghâyat al-Ikhtishâr,
Karya: Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hishni ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Juz: 1, halaman: 114-115).
(كفاية الأخيار في حل غاية الإختصار، تقي الدين أبو بكر بن محمد الحسيني الحصني الدمشقي الشافعي: جـ: 1، صـ: 114-115).

وأما القنوت فيستحب في اعتدال الثانية في الصبح لما رواه أنس رضي الله عنه قال: {ما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا} رواه الإمام أحمد وغيره قال ابن الصلاح: قد حكم بصحته غير واحد من الحفاظ: منهم الحاكم والبيهقي والبلخي قال البيهقي: العمل بمقتضاه عن الخلفاء الأربعة،
Adapun Qunut, maka dianjurkan pada I’tidal kedua dalam shalat Shubuh berdasarkan riwayat Anas, ia berkata: “Rasulullah Saw terus menerus membaca doa Qunut pada shalat Shubuh hingga beliau meninggal dunia”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan imam lainnya. Imam Ibnu ash-Shalah berkata, “Banyak para al-Hafizh (ahli hadits) yang menyatakan hadits ini adalah hadits shahih. Diantara mereka adalah Imam al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Balkhi”. Al-Baihaqi berkata, “Membaca doa Qunut pada shalat Shubuh ini berdasarkan tuntunan dari empat Khulafa’ Rasyidin”.

وكون القنوت في الثانية رواه البخاري في صحيحه وكونه بعد رفع الرأس من الركوع فلما رواه الشيخان عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم: {لما قنت في قصة قتلى بئر معونة قنت بعد الركوع فقسنا عليه قنوت الصبح} نعم في الصحيحين عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم {كان يقنت قبل الرفع من الركوع} قال البيهقي: لكن رواة القنوت بعد الرفع أكثر وأحفظ فهذا أولى فلو قنت قبل الركوع قال في الروضة: لم يجزئه على الصحيح ويسجد للسهو على الأصح.
Bahwa Qunut Shubuh itu pada rakaat kedua berdasarkan riwayat Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya. Bahwa doa Qunut itu setelah ruku’, menurut riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa ketika Rasulullah Saw membaca doa Qunut pada kisah korban pembunuhan peristiwa sumur Ma’unah, beliau membaca Qunut setelah ruku’. Maka kami Qiyaskan Qunut Shubuh kepada riwayat ini. Benar bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw membaca doa Qunut sebelum ruku’. Al-Baihaqi berkata: “Akan tetapi para periwayat hadits tentang Qunut setelah ruku’ lebih banyak dan lebih hafizh, maka riwayat ini lebih utama”. Jika seseorang membaca Qunut sebelum ruku’, Imam Nawawi berkata dalam kitab ar-Raudhah, “Tidak sah menurut pendapat yang shahih, ia mesti sujud sahwi menurut pendapat al-Ashahh”.



 ولفظ القنوت
 {اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت}
 هكذا رواه أبو داود والترمذي والنسائي وغيرهم بإسناد صحيح أعني بإثبات الفاء في فإنك وبالواو في وإنه لا يذل. قال الرافعي: وزاد العلماء {ولا يعز من عاديت} قبل {تباركت ربنا وتعاليت}، وقد جاءت في رواية البيهقي، وبعده {فلك الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب إليك}. واعلم أن الصحيح أن هذا الدعاء لا يتعين حتى لو قنت بآية تتضمن دعاء، وقصد القنوت تأدت السنة بذلك،
Lafaz Qunut:
“Ya Allah, berilah hidayah kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri hidayah. Berikanlah kebaikan kepadaku seperti orang-orang yang telah Engkau beri kebaikan. Berikan aku kekuatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kekuatan. Berkahilah bagiku terhadap apa yang telah Engkau berikan. Peliharalah aku dari kejelekan yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau menetapkan dan tidak ada sesuatu yang ditetapkan bagi-Mu. Tidak ada yang merendahkan orang yang telah Engkau beri kuasa. Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung”.
Demikian diriwayatkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan lainnya dengan sanad sahih. Maksud saya, dengan huruf Fa’ pada kata: فإنك dan huruf Waw pada kata: وإنه لا يذل.
Imam ar-Rafi’i berkata: “Para ulama menambahkan kalimat: ولا يعز من عاديت (Tidak ada yang dapat memuliakan orang yang telah Engkau hinakan). Sebelum kalimat: تباركت ربنا وتعاليت (Maka Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Engkau Maha Agung).
Dalam riwayat Imam al-Baihaqi disebutkan, setelah doa ini membaca doa:
فلك الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب إليك
(Segala puji bagi-Mu atas semua yang Engkau tetapkan. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu).
Ketahuilah bahwa sebenarnya doa ini tidak tertentu. Bahkan jika seseorang membaca Qunut dengan ayat yang mengandung doa dan ia meniatkannya sebagai doa Qunut, maka sunnah telah dilaksanakan dengan itu.

ويقنت الإمام بلفظ الجمع بل يكره تخصيص نفسه بالدعاء لقوله صلى الله عليه وسلم {لا يؤم عبد قوماً فيخص نفسه بدعوة دونهم فإن فعل فقد خانهم} رواه أبو داود والترمذي وقال: حديث حسن، ثم سائر الأدعية في حق الإمام كذلك أي يكره له إفراد نفسه صرح به الغزالي في الإحياء وهو مقتضى كلام الأذكار للنووي.
Imam membaca Qunut dengan lafaz jama’, bahkan makruh bagi imam mengkhususkan dirinya dalam berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: “Janganlah seorang hamba mengimami sekelompok orang, lalu ia mengkhususkan dirinya dengan suatu doa tanpa mengikutsertakan mereka. Jika ia melakukan itu, maka sungguh ia telah mengkhianati mereka”. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Tirmidzi. Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan”. Kemudian demikian juga halnya dengan semua doa-doa, makruh bagi imam mengkhususkan dirinya saja. Demikian dinyatakan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin. Demikian juga makna pendapat Imam Nawawi dalam al-Adzkar.

 والسنة أن يرفع يديه ولا يمسح وجهه لأنه لم يثبت قاله البيهقي ولا يستحب مسح الصدر بلا خلاف بل نص جماعة على كراهته قاله في الروضة. ويستحب القنوت في آخر وتره وفي النصف الثاني من رمضان كذا رواه الترمذي عن علي رضي الله عنه وأبو داود عن أبي بن كعب، وقيل يقنت كل السنة في الوتر قاله النووي في التحقيق فقال: إنه مستحب في جميع السنة، قيل يقنت في جميع رمضان، ويستحب فيه قنوت عمر رضي الله عنه ويكون قبل قنوت الصبح قاله الرافعي وقال النووي: الأصح بعده لأن قنوت الصبح ثابت عن النبي صلى الله عليه وسلم في الوتر فكان تقديمه أولى، والله أعلم.

Sunnah mengangkat kedua tangan dan tidak mengusap wajah, karena tidak ada riwayat tentang itu. Demikian dinyatakan oleh al-Baihaqi. Tidak dianjurkan mengusap dada, tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Bahkan sekelompok ulama menyebutkan secara nash bahwa hukum melakukan itu makruh, demikian disebutkan Imam Nawawi dalam ar-Raudhah. Dianjurkan membaca Qunut di akhir Witir dan pada paruh kedua bulan Ramadhan. Demikian diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Imam Ali dan Abu Daud dari Ubai bin Ka’ab. Ada pendapat yang mengatakan dianjurkan membaca Qunut pada shalat Witir sepanjang tahun, demikian dinyatakan Imam Nawawi dalam at-Tahqiq, ia berkata: “Doa Qunut dianjurkan dibaca (dalam shalat Witir) sepanjang tahun”. Ada pendapat yang mengatakan bahwa doa Qunut dibaca di sepanjang Ramadhan. Dianjurkan agar membaca doa Qunut riwayat Umar, sebelum Qunut Shubuh, demikian dinyatakan oleh Imam ar-Rafi’i. Imam Nawawi berkata, “Menurut pendapat al-Ashahh, doa Qunut rirwayat Umar dibaca setelah doa Qunut Shubuh. Karena riwayat Qunut Shubuh kuat dari Rasulullah Saw pada shalat Witir. Maka lebih utama untuk diamalkan. Wallahu a’lam.

Qabliyah Shubuh Setelah Shubuh.

Pertanyaan:
Bagaimana pelaksanaan shalat Qabliyah shubuh jika terlambat?

Jawaban:
قضاء سنة الفجر بعد صلاة الفجر لا بأس به على القول الراجح، ولا يعارض ذلك حديث النهي عن الصلاة بعد صلاة الفجر؛ لأن المنهي عنه الصلاة التي لا سبب لها، ولكن إن أخر قضاءها إلى الضحى، ولم يخش من نسيانها، أو الانشغال عنها فهو أولى.
Qadha’ sunnat Fajar (Qabliyah Shubuh) setelah shalat Shubuh hukumnya boleh menurut pendapat yang kuat (rajih). Tidak bertentangan dengan hadits larangan melaksanakan shalat setelah shalat Shubuh, karena yang dilarang adalah shalat yang tidak ada sebabnya. Akan tetapi jika qadha’ sunnat fajar tersebut ditunda pelaksanaannya hingga waktu Dhuha, tidak khawatir terlupa, atau sibuk, maka itu lebih baik.  (Majmu Fatawa wa Rasa’il Ibn ‘Utsaimin: Juz.14, hal.242).

Senin, 29 April 2013

Nabi Pakai Cincin


Pertanyaan:
Apakah Nabi Muhammad Saw pakai cincin? di sebelah kanan apa kiri? pada jari bagian mana?

Jawaban:
Dalam kitab Syarah Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi disebutkan:

قَوْله فِي حَدِيث طَلْحَة بْن يَحْيَى وَسُلَيْمَان بْن بِلَال ( عَنْ يُونُس عَنْ اِبْن شِهَاب عَنْ أَنَس رَضِيَ اللَّه عَنْهُ أَنَّ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَبِسَ خَاتَم فِضَّة فِي يَمِينه ). وَفِي حَدِيث حَمَّاد بْن سَلَمَة عَنْ ثَابِت عَنْ أَنَس : ( كَانَ خَاتَم النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذِهِ ، وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَر مِنْ يَده الْيُسْرَى ) ، وَفِي حَدِيث عَلِيّ : ( نَهَانِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَخَتَّمُ فِي أُصْبُعِي هَذِهِ أَوْ هَذِهِ ، فَأَوْمَأَ إِلَى الْوُسْطَى وَاَلَّتِي تَلِيهَا ) ، وَرُوِيَ هَذَا الْحَدِيث فِي غَيْر مُسْلِم : ( السَّبَّابَة وَالْوُسْطَى ) وَأَجْمَع الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ السُّنَّة جَعْل خَاتَم الرَّجُل فِي الْخِنْصَر ، وَأَمَّا الْمَرْأَة فَإِنَّهَا تَتَّخِذ خَوَاتِيم فِي أَصَابِع .
Dari hadits Thalhah bin Yahya dan Sulaiman bin Bilal. Dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Anas, sesungguhnya Rasulullah Saw memakai cincin perak di sebelah kanan.
Dalam hadits Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas: cincin Rasulullah Saw di sini”. Ia menunjuk jari kelingking  kanan kiri.
Dalam hadits Ali: “Rasulullah Saw melarang saya memakai cincin di jari ini dan ini”. ia menunjuk jari tengah dan jari di sampingnya (telunjuk). Diriwayatkan dalam kitab lain selain Shahih Muslim: “Jari telunjuk dan jari tengah”. Kaum muslimin sepakat bahwa Sunnah meletakkan cincin di jari kelingking. Sedangkan perempuan memakai cincin di jari jemarinya.


وَأَمَّا الْحُكْم فِي الْمَسْأَلَة عِنْد الْفُقَهَاء فَأَجْمَعُوا عَلَى جَوَاز التَّخَتُّم فِي الْيَمِين ، وَعَلَى جَوَازه فِي الْيَسَار ، وَلَا كَرَاهَة فِي وَاحِدَة مِنْهُمَا ، اِخْتَلَفُوا أَيَّتهمَا أَفْضَل ؟ فَتَخَتَّمَ كَثِيرُونَ مِنْ السَّلَف فِي الْيَمِين ، وَكَثِيرُونَ فِي الْيَسَار ، وَاسْتَحَبَّ مَالِك الْيَسَار ، وَكَرِهَ الْيَمِين . وَفِي مَذْهَبنَا وَجْهَانِ لِأَصْحَابِنَا : الصَّحِيح أَنَّ الْيَمِين أَفْضَل لِأَنَّهُ زِينَة ، وَالْيَمِين أَشْرَفَ ، وَأَحَقّ بِالزِّينَةِ وَالْإِكْرَام
Adapun hikmah dalam masalah ini menurut para ahli Fiqh, mereka sepakat bahwa memakai cincin di sebelah kanan, boleh di sebelah kiri, tidak makruh di kanan atau di kiri. Mereka ikhtilaf, di sebelah mana yang lebih afdhal? Banyak kalangan Salaf yang memakai cincin di sebelah kanan, banyak juga yang memakai di sebelah kiri. Imam Malik menganjurkan di sebelah kiri, makruh di sebelah kanan. Menurut Mazhab Syafi’I, ada dua pendapat: menurut pendapat yang shahih sebelah kanan lebih afdhal, karena perhiasan, sebelah kanan itu lebih mulia dan lebih berhak untuk diberi perhiasan serta lebih memberikan kemuliaan.

Jumat, 26 April 2013

Mengakhirkan Shalat Isya'


Pertanyaan:
Apakah boleh menunda shalat Isya’?

Jawaban:
Hadits Pertama:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ ».
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Kalaulah bukan karena memberatkan bagi ummatku, pastilah aku perintahkan mereka menunda shalat Isya’ hingga sepertiga atau setengah malam”. (HR. at-Tirmidzi).
Pendapat Kedua:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَعْتَمَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ حَتَّى ذَهَبَ عَامَّةُ اللَّيْلِ وَحَتَّى نَامَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى فَقَالَ « إِنَّهُ لَوَقْتُهَا لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى ». وَفِى حَدِيثِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ « لَوْلاَ أَنْ يَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى ».
Dari Aisyah, ia berkata: “Pada suatu malam Rasulullah Saw mengakhirkan shalat Isya’ hingga sebagian besar malam telah berlalu dan hingga jamaah telah tertidur, kemudian Rasulullah Saw keluar dan melaksanakan shalat, beliau bersabda: “Sesungguhnya inilah waktunya, kalaulah bukan karena memberatkan bagi ummatku”. Dalam hadits riwayat Abdurrazzaq: “Kalaulah bukan karena memberatkan bagi ummatku”. (Hadits riwayat Imam Muslim).

Hadits Ketiga:
وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا وَأَحْيَانًا يُعَجِّلُ
Dan shalat Isya’, terkadang Rasulullah Saw mengakhirkannya dan terkadang menyegerakannya. (Hadits riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah, penjelasan tentang waktu shalat).

Pendapat Imam at-Tirmidzi:
وَهُوَ الَّذِى اخْتَارَهُ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَالتَّابِعِينَ وَغَيْرِهِمْ رَأَوْا تَأْخِيرَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ الآخِرَةِ وَبِهِ يَقُولُ أَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ.
(Mengakhirkan shalat Isya’), Ini adalah pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama dari kalangan shahabat nabi, tabi’in dan selain mereka. Menurut mereka pelaksanaan Isya’ diakhirkan, demikian menurut pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq. (Sumber: Kitab Sunan at-Tirmidzi).
 Pendapat ulama Arab Saudi Syekh Muhammad Shalih al-Munajjid:
وقد اعتاد الناس في بعض البلاد تأخير صلاة العشاء في رمضان نصف ساعة أو نحواً من هذا عن أول وقتها ، حتى يفطر الناس على مهل ويستعدوا
لصلاة العشاء والتراويح .
وهذا العمل لا بأس به ، بشرط ألا يؤخر الإمام الصلاة إلى حد يشق على المأمومين كما سبق .
والأولى في هذا الرجوع إلى أهل المسجد ، والاتفاق معهم على وقت الصلاة ، فهم أعلم بما يناسبهم .
والله أعلم .
Banyak orang terbiasa mengakhirkan shalat Isya di sebagian negeri pada bulan Ramadhan hingga setengah jam atau sekitar itu dari waktunya, agar orang banyak dapat berbuka dengan nyaman dan bersiap-siap melaksanakan shalat Isya’ dan Tarawih. Perbuatan seperti ini boleh dilakukan dengan syarat imam tidak boleh mengakhirkan shalat Isya’ hingga memberatkan ma’mum. Masalah ini kembali kepada jamaah masjid, kesepakatan mereka, mereka lebih mengerti waktu yang sesuai bagi mereka, wallahu a’lam. (Sumber: Fatawa al-Islam, juz.1, hal.3882).

Selasa, 09 April 2013

Berapa Hari Shalat Qashar?

Pertanyaan:
Berapa hari boleh meng-qashar shalat?

Jawaban:
Ulama tidak sepakat tentang hal ini, ada beberapa pendapat ulama:


Mazhab Hanafi:
فقال الحنفية: يصير المسافر مقيماً ، ويمتنع عليه القصر إذا نوى الإقامة في بلد خمسة عشر يوماً، فصاعداً، فإن نوى تلك المدة، لزمه الإتمام، وإن نوى أقل من ذلك قصر.
Tetap boleh shalat Qashar hingga menjadi mukim, tidak boleh qashar shalat jika berniat mukim di suatu negeri selama 15 hari lebih. Jika berniat mukim selama itu, maka mesti shalat normal. Jika berniat kurang daripada itu, maka shalat qashar.

Mazhab Malik dan Mazhab Syafi’i:
قال المالكية والشافعية: إذا نوى المسافر إقامة أربعة أيام بموضع، أتم صلاته؛ لأن الله تعالى أباح القصر بشرط الضرب في الأرض، والمقيم والعازم على الإقامة غير ضارب في الأرض،
Jika orang yang musafir itu berniat menetap empat hari, maka ia shalat secara normal, karena Allah membolehkan shalat Qashar dengan syarat perjalanan. Orang yang mukim dan berniat mukim tidak dianggap melakukan perjalanan
وقدر المالكية المدة المذكورة بعشرين صلاة في مدة الإقامة، فإذا نقصت عن ذلك قصر.
ولم يحسب المالكية والشافعية يومي الدخول والخروج على الصحيح عند الشافعية؛ لأن في الأول حط الأمتعة، وفي الثاني الرحيل، وهما من أشغال السفر.
Mazhab Maliki mengukur kadar mukim tersebut dengan 20 shalat. Jika kurang dari itu, boleh shalat Qashar.
Mazhab Maliki dan Syafi’I tidak menghitung hari masuk dan hari keluar, menurut pendapat shahih dalam Mazhab Syafi’I, karena yang pertama adalah hari meletakkan barang-barang dan yang kedua adalah hari keberangkatan, kedua hari tersebut hari kesibukan dalam perjalanan.

Mazhab Hanbali:
وقال الحنابلة: إذا نوى أكثر من أربعة أيام أو أكثر من عشرين صلاة، أتم،
Jika orang yang musafir itu berniat mukim lebih dari empat hari atau lebih dari 20 shalat, maka ia shalat secara normal.
(Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu)